Outdoor Study - KERATON KASEPUHAN

KERATON KASEPUHAN

Benarkah metode belajar dan mengajar di luar kelas (outdoor study) sangat ampuh dalam mencerdaskan para siswa, mendorong mereka menguasai berbagai mata pelajaran, serta meningkatkan prestasi mereka dibandingkan dengan para siswa dengan sistem belajar di kelas? Apakah mereka juga lebih mudah memahami pelajaran dibandingkan dengan belajar di dalam kelas. Sebab, outdoor study tidak hanya menekankan pemahaman terhadap pelajaran, tetapi juga memperhatikan kemampuan mereka dalam mempraktikkannya secara langsung. Lalu bagaimana tanggapan orangtua siswa? Untuk membuktikan menjawab semua ini, kami guru IPS SMP Negeri 1 Cirebon mencoba menawarkan kepada siswa untuk pergi ke Keraton Kasepuhan… dan mereka sangat antusias.
 
Sejarah Keraton Kasepuhan
Keraton Kasepuhan didirikan pada tahun 1452 oleh Pangeran Cakrabuana yang bersemayam di Dalem Agung Pakungwati, Cirebon. Keraton ini dulu bernama 'Keraton Pakungwati. Pakungwati berasal dari nama Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang menikah dengan Sunan Gunung Jati. Ia wafat pada 1549 dalam Masjid Agung Sang Cipta Rasa dalam usia yang sangat tua. Nama beliau diabadikan dan dimuliakan oleh nasab Sunan Gunung Jati sebagai nama Keraton, yaitu Keraton Pakungwati yang sekarang bernama Keraton Kasepuhan.

Di depan Keraton Kesepuhan terdapat alun-alun yang pada waktu zaman dahulu bernama alun-alun Sangkala Buana yang merupakan tempat latihan keprajuritan yang diadakan pada hari Sabtu atau istilahnya pada waktu itu adalah Saptonan. Dan di alun-alun inilah dahulunya dilaksanakan juga pentas perayaan Negara lalu juga sebagai tempat rakyat berdatangan ke alun-alun untuk memenuhi panggilan ataupun mendengarkan pengumuman dari Sultan. Di sebelah barat Keraton kasepuhan terdapat Masjid yang cukup megah hasil karya dari para wali yaitu Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Masjid Sang Cipta Rasa
 
Berpose di depan Masjid Sang Cipta Rasa

Adapun di sebelah timur alun-alun dahulunya adalah tempat perekonomian yaitu pasar -- sekarang adalah pasar kesepuhan yang sangat terkenal dengan pocinya. Model bentuk Keraton yang menghadap utara dengan bangunan Masjid di sebelah barat dan pasar di sebelah timur dan alun-alun di tengahnya merupakan model-model Keraton pada masa itu terutama yang terletak di daerah pesisir. Bahkan sampai sekarang, model ini banyak diikuti oleh seluruh kabupaten/kota terutama di Jawa yaitu di depan gedung pemerintahan terdapat alun-alun dan di sebelah baratnya terdapat masjid.

Sebelum memasuki gerbang komplek Keraton Kasepuhan terdapat dua buah pendopo, di sebelah barat disebut Pancaratna yang dahulunya merupakan tempat berkumpulnya para punggawa Keraton, lurah atau pada zaman sekarang disebut pamong praja. Sedangkan pendopo sebelah timur disebut Pancaniti yang merupakan tempat para perwira keraton ketika diadakannya latihan keprajuritan di alun-alun.

Memasuki jalan kompleks Keraton di sebelah kiri terdapat bangunan yang cukup tinggi dengan tembok bata kokoh disekelilingnya. Bangunan ini bernama Siti Inggil atau dalam bahasa Cirebon sehari-harinya adalah lemah duwur yaitu tanah yang tinggi. Sesuai dengan namanya bangunan ini memang tinggi dan nampak seperti kompleks candi pada zaman Majapahit. Bangunan ini didirikan pada tahun 1529, pada masa pemerintahan Syekh Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati).
 
Kompleks Siti Inggil



Di pelataran depan Siti Inggil terdapat meja batu berbentuk segi empat tempat bersantai. Bangunan ini merupakan bangunan tambahan yang dibuat pada tahun 1800-an. Siti Inggil memiliki dua gapura dengan motif bentar bergaya arsitek zaman Majapahit. Di sebelah utara bernama Gapura Adi sedangkan di sebelah selatan bernama Gapura Banteng. Dibawah Gapura Banteng ini terdapat Candra Sakala dengan tulisan Kuta Bata Tinata Banteng yang jika diartikan adalah tahun 1451.

Saka yang merupakan tahun pembuatannya (1451 saka = 1529 M). Tembok bagian utara komplek Siti Inggil masih asli sedangkan sebelah selatan sudah pernah mengalami pemugaran/renovasi. Di dinding tembok kompleks Siti Inggil terdapat piring-piring dan porslen-porslen yang berasal dari Eropa dan negeri Cina dengan tahun pembuatan 1745 M.

Di dalam kompleks Siti Inggil terdapat 5 bangunan tanpa dinding yang memiliki nama dan fungsi tersendiri. Bangunan utama yang terletak di tengah bernama Malang Semirang dengan jumlah tiang utama 6 buah yang melambangkan rukun iman dan jika dijumlahkan keseluruhan tiangnya berjumlah 20 buah yang melambangkan 20 sifat-sifat Allah SWT. Bangunan ini merupakan tempat sultan melihat latihan keprajuritan atau melihat pelaksanaan hukuman.
 
Malang Semiring

Bangunan di sebelah kiri bangunan utama bernama Pendawa Lima dengan jumlah tiang penyangga 5 buah yang melambangkan rukun islam. Bangunan ini tempat para pengawal pribadi sultan. Bangunan di sebelah kanan bangunan utama bernama Semar Tinandu dengan 2 buah tiang yang melambangkan Dua Kalimat Syahadat. Bangunan ini adalah tempat penasehat Sultan/Penghulu.

Semar Tinandu


Di belakang bangunan utama bernama Mande Pangiring yang merupakan tempat para pengiring Sultan, sedangkan bangunan disebelah mande pangiring adalah Mande Karasemen, tempat ini merupakan tempat pengiring tetabuhan/gamelan. Di bangunan inilah sampai sekarang masih digunakan untuk membunyikan Gamelan Sekaten (Gong Sekati), gamelan ini hanya dibunyikan 2 kali dalam setahun yaitu pada saat Idul Fitri dan Idul Adha. Selain 5 bangunan tanpa dinding terdapat juga semacam tugu batu yang bernama Lingga Yoni yang merupakan lambang dari kesuburan. Lingga berarti laki-laki dan Yoni berarti perempuan. Bangunan ini berasal dari budaya Hindu, dan di atas tembok sekeliling kompleks Siti Inggil ini terdapat Candi Laras untuk penyelaras dari kompleks Siti Inggil ini.

Benda-Benda Peninggalan
1. Kereta Singa Barong


Kereta Singa Barong merupakan salah satu peninggalan sejarah yang masih terdapat di museum keraton Kasepuhan, Konon kereta yang dibuat oleh pengeran Panembahan Losari pada abad ke 14 ini merupakan kendaraan kesultanan keraton kasepuhan termasuk sunan Gunung Jati.
Kereta Singa Barong
Menurut Sultan Kasepuhan PRA Arief Nata Diningrat, kereta singa barong dibuat dengan sempurna, dan dianggap oleh para pemerhati kereta-kereta kerajaan dari Negeri Belanda, kereta Singa Barong memiliki keunikan tersendiri. Keunikan dan keistimewaan yang dimiliki kereta singa barong adalah teknik pembuatan arsitekturnya tidak jauh beda dengan kendaraan modern di masa sekarang. Misalnya, alat kemudi kereta ini memiliki sistem hidrolik dengan memakai bahan-bahan kayu dan baja.
“Kereta singa barong memiliki suspensi yang sangat nyaman. Hingga pada saat digunakan kereta ini sangat nyaman untuk ditumpangi. Dengan sistem suspensi ini, sultan yang menaiki kereta tidak akan merasakan goncangan saat roda kereta menapaki jalan yang rusak,” papar Arief.
Selain itu, roda kereta singa barong diciptakan secara stabil yang disesuaikan dengan suspensi yang dimiliki kereta. Roda kereta di buat menonjol keluar dari jari-jari rodanya guna menghindari cipratan air pada saat kereta melaju di jalan basah.
“Kereta ini dianggap para pengamat internasional sebagai kereta milik keraton yang diciptakan secara sempurna dibanding dengan kereta-kereta milik keraton lain di dunia,” tutur Sultan yang juga sebagai anggota DPD RI ini.
Pada masa kesultanan dulu, kereta Singa Barong ditarik dengan empat ekor kerbau putih (Kebo bule). Biasanya, kereta ini dipergunakan kesultanan untuk mengunjungi wilayah-wilayah kekuasaan keraton, dan kerap digunakan sebagai kendaraan kesultanan ke luar daerah.
Namun, saat ini kereta singa barong sudah tidak dipergunakan lagi. Saat ini kereta disimpan di museum milik keraton. Biasanya, kereta dikeluarkan satu tahun sekali yang bertepatan dengan peringatan 1 syawal yang hanya dikeluarkan untuk dibersihkan saja.
Adapun kereta yang kerap dipergunakan untuk acara-acara festival keraton nusantara adalah duplikat kereta singa barong. Kereta duplikat itu juga, saat ini disimpan satu ruangan dengan kereta singa barong yang aslinya.
Berpose di depan Kereta Singa Barong
2. Benda Lainnya
 Benda lainnya yang terdapat di Keraton Kasepuhan antara lain gamelan, pedang, keris, golok, dan lainnya.

REFLEKSI Outdoor Study
Tanggapan Siswa setelah kunjungan (tanpa ditanya)
1. Asyik, Pak... minggu depan ke sini lagi sih pak.
2. Capek Pak, tapi seneng juga.
3. Pak, nanti jalan-jalan lagi sih Pak...
Setelah ditanya, secara umum siswa merasa senang belajar di luar kelas.
Tanggapan Orangtua Siswa
1. Bagus pak, tapi anak keliatan lelah gitu...
2. Makasih ya Pak... 
3. Anak saya mukanya berseri-seri Pak, tidak seperti biasanya. Setelah saya tanya, jawabannya "Habis dibawa Pak Daryo jalan-jalan ke Keraton", Bagus Pak, terima kasih banyak" (via telepon).

Berikut beberapa foto ekspresi mereka





(Dari berbagai sumber)

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sekilas Kisi-Kisi ULUM I 2013-2014 (IPS IX)

Negara Maju dan Berkembang